P.A.A. Tjondronegoro IV

Ini potret PAA Tjondronegoro IV. Mendapat gelar Pangeran pada 1854. Menjabat bupati Demak hingga wafat pada 1864.

Demikian kata sebuah utas di Twitter milik akun Potret Lawas.




P.A.A. Tjondronegoro IV adalah sosok progresif di Indonesia pada era pertengahan abad ke-19. Di saat para bupati sibuk menikmati kekuasaan baru yang ditawarkan oleh penjajah Belanda, beliau melihat mengapa pendatang berkulit putiih ini begitu powerfull.

Ia tentu melihat dan mengamati bagaimana kelompok minoritas bisa membuat semua orang menunduk.

Ia juga tentu merasa bahwa mengetahui bahasa yang mereka gunakan akan lebih baik lagi. Orang-orang berkulit putih itu telah bercokol lama sekali sebelum ia lahir. Tentu wajar jika adaptasi adalah pilihan logis.

Ilmu pengetahuan dan bahasa adalah kunci. Mungkin itu yang disimpulkannya. Maka, solusi yang paling tepat adalah mempelajari keduanya, ditambah dengan pengetahuan tentang tata cara hidup mereka.

Armijn Pane (2008:2) menyatakan bahwa P.A. Condronegoro IV mendatangkan guru asing dari Belanda ke rumah untuk memberikan  pelajaran  pengetahuan umum dan etika masyarakat Eropa. Bupati berpikiran maju ini berharap anak-anaknya bisa memenuhi syarat sebagai pejabat tinggi dalam pemerintahan.

Bisa dikatakan,harapannya tidak sia-sia. Anak-anaknya tercatat dalam sejarah sebagai bupati yang lebih maju dari koleganya yang lain. Bahkan dua anaknya mengukir sejarah cemerlang di Indonesia.


Tjondronegoro bersaudara, 1860-an. Kelak mereka menguasai Pantura: Kudus, Brebes, Demak, Jepara.






Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter