Sungging Prabangkara: Siapakah dia?



Sudah sejak lama sekali, Jepara dikenal sebagai pusat kerajinan ukir. Tak hanya pusat, akan tetapi sebagian orang Jepara meyakini bahwa seni ukir lahir di kota di pesisir utara pulau Jawa ini. Legenda tentang Sungging Prabangkara sangat identik dengan masyarakat Jepara. Benarkah Jepara menjadi asal muasal seni ukir Jepara? 













Saya tak berani menjawab karena di nusantara ini, ada beragam bentuk seni ukir kuno yang sulit diketahui mana yang pertama. Setidaknya ada beberapa motif seni hias (ukir) di nusantara yang dikenal dalam sejarah seni ukir, yaitu; 


1. motif seni hias (ukir) Jepara


2. motif seni hias (ukir) Majapahit, 


3. motif seni hias (ukir) Pajajaran, 


4. motif seni hias (ukir) Bali, 


5. motif seni hias (ukir) Mataram, 


6. motif seni hias (ukir) Madura


7. motif seni hias (ukir) Cirebon


8. motif seni hias (ukir) Pekalongan


9. motif seni hias (ukir) Surakarta


10. motif seni hias (ukir) Yogyakarta




Banyak, ya. Mana yang menjadi pelopornya? Wallahu alam. Akan jadi diskusi yang tak habis-habis kecuali ada sebuah proyek penelitian sejarah berskala raksasa, berupa kerjasama arkeolog dan sejumlah bidang ilmu yang berhubungan untuk mencari sejarahnya, minimal di 10 kota di atas. Kendala utamanya adalah, ukiran tersebut dibuat di kayu yang bisa lapuk dan sejarahnya hilang tanpa bekas. Hmm... memang patut disayangkan. Saya pun masih kesulitan mencari jejak seni ukir kayu tertua di Jepara karena minim data dan koneksi yang dapat membantu. Jika Sahabat Saujana Japara memiliki informasi, bisa menghubungi saya di surel susierna.saja@gmail.com.











Saya akan kembali ke judulnya saja agar lebih fokus. Siapa sih Sungging Prabangkara dan apa kaitannya dengan sejarah seni ukir Jepara? Kisah tentang tokoh seniman ini selalu dimulai dari sebuah kisah sanepo yang indah:





*_*




"Alkisah, ada seorang ahli seni di Kerajaan Majapahit pada masa Raja Brawijaya V. Nama aslinya tidak diketahui. Ia dikenal dengan nama pena Sungging Prabangkara. Nama ini adalah nama julukan yang memiliki 2 asal kata yaitu sungging yang berarti ahli dan prabangkara yang berarti matahari atau pelukis. Tak heran jika nama ini disematkan padanya, karena ia adalah pelukis terbaik kerajaan Majapahit. Prabangkara juga seniman serba bisa sehingga tak hanya melukis, ia juga bisa memahat dan mengukir. Ia dikenal dengan nama lain yang tak kalah cetar yaitu Sungging Adi Linuwih.


Raja Brawijaya V sedang sangat bahagia karena mempersunting seorang putri dari negeri Campa yang cantik jelita. Raja ingin istrinya tersebut dilukis. Prabangkara berhasil membuat sebuah lukisan yang sangat mirip. Di lukisan tersebut, sang putri Campa menggunakan baju yang tipis sehingga tahi lalat di daerah pribadinya terlihat.  



Sang raja murka tiada tara melihat hasil lukisan Prabangkara. Ia menuduh pelukisnya tersebut melihat tubuh telanjang istrinya. Prabangkara bersumpah bahwa tanda tahi lalat tersebut tak sengaja, dan terjadi karena kecerobohannya sehingga tak dinyana, kuasnya membuat titik hitam di sana.




Raja tidak percaya dengan penjelasan Prabangkara. Ia menghukumnya sebagai peringatan keras. Tubuh Prabangkara dan semua alat seninya diikat di tali dan diterbangkan dengan layang-layang raksasa. Layang-layang tersebut berputar-putar di udara cukup lama. Satu per satu alat seni Prabangkara jatuh ke bumi. Alat membuat patung jatuh di Bali, sedangkan alat membuat ukir jatuh di Jepara. Tak diceritakan di mana tubuh Prabangkara jatuh."




Ah ya, ada satu tambahan yang tak kalah romantis membingungkan, yaitu ganden Prabangkara jatuh di Cina. Astaga!




*_*






Maem Kerang dulu agar mudah mengeksekusi kisah romantis di atas



Sebagaimana kisah-kisah sejarah jenis babad, kisah di atas sungguh sulit dinalar. Bukan tentang layangan, karena sejatinya layangan telah dikenal sejak 2500 SM dan sejak dahulu kala digunakan sebagai salah satu properti bertani.



Bagaimana alat-alat Prabangkara bisa jatuh di Bali, Jepara dan Cina? Heu... heu... berapa panjang tali layangan tersebut? Dari Kediri ke Bali, Jepara lalu Cina? Jauhnya...





Sastra Jawa lama memang penuh dengan sanepo atau perumpamaan yang harus dilogika dengan sedikit liar (versi saya). Prabangkara ini rasanya seperti tokoh maya yang tak pernah ada. Ia adalah personifikasi sebuah keahlian paripurna yang dimiliki secara kolektif oleh sekelompok seniman dari masa Majapahit. Munculnya Raja Brawijaya V membuat analisa semi liar saya menyatakan demikian. Brawijaya V adalah tokoh legendaris Kerajaan Majapahit yang sangat sering disebut, karena menjadi raja terakhir kerajaan besar di Jawa Timur tersebut. Kekuasaannya berakhir pada tahun 1478. Bisa jadi, itu juga sebuah penanda kala atau waktu, yang dapat diartikan bahwa pada akhir masa kerajaan Majapahit, banyak seniman yang ditawan dan dibawa oleh pasukan Kerajaan Demak ke Jepara yang saat itu menjadi vassal utamanya. Di Demak dan sekitarnya juga ada beberapa motif ukir yang mirip dengan yang ada di Trowulan.



Bagaimana dengan Bali dan Cina? Bali letaknya cukup dekat dengan kerajaan ini, sehingga wajar jika penduduknya bermigrasi ke sana. Pastilah ada sebagian seniman yang juga ke sana. Cina disebut juga karena banyak seni ukir dan pahat di nusantara yang memiliki kesamaan motif dengan motif dari Cina. Tentu saja, pedagang Cina sudah sampai ke nusantara sejak abad VII (ada buku dari penulis Inggris yang menyebut sejak abad III). 





Itu versi ngawur saya. Kalau versi Pak Kus Haryadi yang menulis buku Macan Kurung Belakanggunung, sosok Prabangkara benar-benar nyata dan beliau singgah di Cina untuk belajar mengukir, sebelum singgah di Bali dan Jepara untuk mengajari penduduk setempat mengukir. Yang mana versi benar menurut Sahabat Saujana Japara, saya persilakan pilih secara mandiri. Boleh juga beropini di kolom komentar, karena saya sangat menantikan diskusi seru tentang Sejarah Seni Ukir Jepara, terkhusus sosok misterius Sungging Prabangkara.


Related Posts

3 comments

  1. Kayu ukiran jepara memang terkenal ya mba.. Aku punya kursi kayu ukiran jepara. Masih bagus & awet. Padahal itu udah ada mulai aku masih SD, lho :)

    ReplyDelete
  2. ukiran jepara tuh terkenal banget emang. bahkan dia lebih rapi dan halus ketimbang ukiran di bali atau daerah lain. nggak ngerti kenapa bisa begitu. kadang aku mikir bakat ngukir orang jepara tuh diturunkan ke anak cuci lewat dna dan gen mereka.

    ReplyDelete
  3. Ah, aku agak keberatan mendengar mbah Sungging belajar ngukir di Cina. Hubungan Nusantara (semua kerajaan di sini secara kolektif) dan Cina pasti SALING memengaruhi, tidak cuma searah, seperti halnya semua hubungan bilateral yang berlangsung berabad-abad. Hubungan Nusantara dan Belanda kan juga begitu.

    Menurutku, bukankah mungkin saja Sungging Prabangkara memang sempat pergi ke Cina. Bukan untuk belajar, tapi malah untuk mengajar.

    Pandanganku ini tidak rasis, tapi aku agak jengah setiap kali mendengar ada orang bilang semua hal yang bagus di negeri kita itu asalnya dari negeri lain. Terkesan inferior sekali! Tidak mungkin leluhur kita tidak meninggalkan pengaruh baik juga ke negeri orang.

    Ssst, kalau komentarku ini sampai dibaca Azmi Abubakar dan para pemujanya, pasti geger. Wong aku sampai dia blokir koq di FB.

    ReplyDelete

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter